VIRALS.CO.ID – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengawali hari Rabu (16/10) pagi dengan meninjau perkembangan padi varietas biosalin yang hampir siap dipanen di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu.
Padi biosalin merupakan jenis padi yang dirancang khusus untuk bertahan di lahan pesisir dengan tingkat salinitas tanah yang tinggi.
Selain tahan terhadap garam, varietas ini juga memiliki potensi hasil yang tinggi.
Lahan seluas satu hektar yang ditanami padi biosalin merupakan hasil kerja sama antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Brida Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, serta Kelompok Tani Sumber Rejeki di Kecamatan Tugu.
“Alhamdulillah, hasilnya sangat baik, bulir padinya besar-besar. Hari ini adalah hari ke-64 sejak penanaman, dan pada tanggal 25 Oktober nanti, panen akan dilakukan dan hasil panen ini akan dijadikan benih,” ujar Wali Kota Semarang, yang akrab disapa Mbak Ita.
Mbak Ita menjelaskan bahwa ada dua metode penanaman padi biosalin. Metode pertama adalah penyemaian sebelum ditanam, sementara metode kedua adalah penanaman benih langsung (tabela).
Benih yang dihasilkan dari panen ini nantinya akan ditanam di lahan payau di Jepara dan Batang, bekerja sama dengan Universitas Diponegoro.
“Undip juga akan melakukan penanaman percontohan di Jepara dan Batang. Kelompok Tani Sumber Rejeki juga akan dilibatkan dalam menjual benih ini kepada masyarakat, sehingga selain untuk konsumsi, ada peluang ekonomi melalui penjualan benih,” tambahnya.
Mbak Ita juga menegaskan komitmennya untuk memastikan tersedianya alat-alat pertanian yang memadai, serta jaringan irigasi yang diperlukan guna mendukung panen padi biosalin.
Ia berencana menggandeng perusahaan-perusahaan melalui program CSR untuk mendukung ini.
“Kami sedang bekerja sama dengan Bank Jateng untuk membangun embung menggunakan geomembran dan menyediakan alat cultivator. Bahan bakar untuk alat-alat ini akan berasal dari petrasol, yang dihasilkan dari pengolahan sampah plastik, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan,” jelasnya.
Padi biosalin tidak hanya tahan terhadap salinitas, tetapi juga mampu menghasilkan lebih banyak dibandingkan varietas lain.
Padi ini mampu menghasilkan 6-7 ton per hektar, sementara padi jenis inpari 32 hanya menghasilkan 3 ton per hektar.
Dalam hal perawatan, para petani tidak merasakan banyak perbedaan.
“Saya rasa perawatannya sama saja dengan padi lainnya. Bahkan kemarin saya baru memupuk sekali karena musim kemarau, tapi hasilnya tetap bagus,” kata Muhson, anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki.
Mbak Ita berharap bahwa pengembangan padi biosalin ini akan membawa dampak positif yang luas, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan petani di wilayah pesisir.
Pemerintah pusat juga terus mendorong inovasi yang mendukung ketahanan pangan.
“Dengan keberhasilan ini, diharapkan petani di kawasan pesisir bisa menikmati kesejahteraan yang sama dengan petani di daerah lain yang kondisi airnya lebih stabil,” pungkasnya. (*)