VIRALS.CO.ID – Banyak masyarakat masih beranggapan bahwa fogging merupakan cara yang efektif untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Namun, jika fogging dilakukan tanpa memenuhi kriteria yang tepat, hal ini justru bisa menyebabkan nyamuk Aedes aegypti menjadi resisten terhadap insektisida.
“Di semua wilayah Indonesia, Dinas Kesehatan mengatur fogging dengan cermat. Kami tidak sembarangan dalam melakukan fogging untuk pengendalian DBD,” kata Epidemolog Kesehatan Muda Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Opik Taufik, Kamis (18/7/2024).
Opik menjelaskan, saat ditemukan kasus DBD, pihaknya segera melakukan fogging dan mengubah jenis insektisida yang digunakan untuk menghindari resistensi.
“Kami menggunakan berbagai insektisida seperti malathion dan sipermetrin secara bergantian untuk mencegah resistensi,” ujarnya.
Untuk memastikan nyamuk di suatu wilayah sudah resisten terhadap insektisida, diperlukan survei yang biasanya dilakukan oleh Balitbankes.
“Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu pada nyamuk dalam jangka waktu yang ditentukan,” tambah Opik.
Opik menekankan bahwa menjaga kebersihan lingkungan adalah kunci utama dalam pencegahan DBD.
Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan gerakan 3M: menguras, mengubur, dan menutup.
Ia juga berharap masyarakat bersedia dilakukan fogging jika ada kasus DBD di wilayah mereka untuk menghentikan penyebaran nyamuk Aedes aegypti.
“Di lapangan, ada masyarakat yang mau dan ada yang tidak mau dilakukan fogging. Hal ini menjadi kendala. Jika semua rumah bersedia, insya Allah nyamuk di wilayah tersebut akan mati,” kata Opik.
Penyemprotan idealnya dilakukan dua kali dalam satu siklus dengan selisih 7 hari, namun ini disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Selama bulan Juli 2024, Dinas Kesehatan Kota Pekalongan telah melakukan fogging sebanyak 8 kali di beberapa kelurahan seperti Gamer, Panjang Wetan, Krapyak, dan Podosugih. (*)