VIRALS.CO.ID – Program inovatif bertajuk “Program Pertanian Berkelanjutan Melalui Penanaman Kangkung Hidroponik dalam Skala Rumah Tangga” sukses digelar di Desa Bendosari, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Program ini menargetkan Kelompok Wanita Tani (KWT) setempat, sebuah komunitas yang memiliki peran penting dalam pengembangan sektor pertanian di tingkat desa.
Program ini diprakarsai Dita Angela Ayu M, seorang mahasiswa dari Jurusan Agribisnis, Universitas Diponegoro.
Dita menjelaskan bahwa ide ini muncul dari pentingnya ketahanan pangan dalam menjaga ketersediaan pangan di Indonesia.
“Pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi masyarakat, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Ketahanan pangan menjadi fokus utama pemerintah, dan kami ingin berkontribusi dengan cara yang sederhana namun efektif,” ujar Dita dalam sesi penyuluhan, Jumat (26/7/2024).
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar dalam sektor pertanian.
Namun, tantangan seperti perubahan iklim, keterbatasan lahan, dan urbanisasi yang pesat membuat masyarakat, terutama di perkotaan, harus memikirkan cara baru untuk tetap bisa bercocok tanam.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan memanfaatkan teknik hidroponik.
“Kami sangat senang dengan adanya pelatihan ini. Hidroponik ternyata bisa menjadi solusi praktis yang dapat dilakukan di rumah, apalagi di lahan yang terbatas,” kata salah satu anggota KWT Desa Bendosari.
Mereka menambahkan bahwa sistem ini tidak hanya memberikan sumber makanan tambahan, tetapi juga dapat menjadi kegiatan yang produktif untuk mengisi waktu luang.
Dengan metode hidroponik, masyarakat dapat menanam kangkung, yang dikenal kaya akan nutrisi, di dalam ember yang juga berfungsi sebagai kolam kecil untuk ikan lele.
Sistem ini disebut dengan aquaponik, yang memungkinkan tanaman dan ikan saling mendukung dalam satu ekosistem tertutup.
“Kangkung dan ikan lele bisa menjadi kombinasi yang menarik, di mana kotoran ikan akan menjadi nutrisi bagi tanaman, sementara tanaman akan membantu menyaring air bagi ikan,” tambah Dita.
Program ini terdiri dari dua sesi utama: penyuluhan teori dan praktik langsung.
Pada sesi penyuluhan, peserta diajarkan dasar-dasar budidaya kangkung secara hidroponik, termasuk cara mempersiapkan media tanam, mengatur sistem pengairan, hingga perawatan harian yang dibutuhkan.
“Kami merasa pelatihan ini sangat bermanfaat, karena kami jadi lebih paham bagaimana cara merawat tanaman tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Kami juga bisa memanfaatkan ruang sempit di halaman rumah untuk menanam kangkung,” ungkap salah satu anggota KWT yang turut serta dalam pelatihan.
Setelah penyuluhan, peserta diajak langsung untuk mempraktikkan teori yang telah dipelajari.
Masing-masing peserta diberikan ember berisi air dan bibit kangkung, serta beberapa ekor ikan lele.
Dalam pelatihan ini, peserta diajak untuk mengatur tata letak tanaman di ember, cara memberi makan ikan, serta cara menjaga kebersihan sistem agar tetap berfungsi optimal.
Program ini menghasilkan luaran berupa poster edukasi yang menjelaskan langkah-langkah budidaya kangkung hidroponik di dalam ember yang juga berisi ikan lele.
Poster ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang belum sempat mengikuti pelatihan secara langsung untuk bisa memulai budidaya sendiri di rumah.
Selain itu, peserta juga membawa pulang produk kangkung hidroponik sebagai hasil dari pelatihan tersebut.
“Kami berharap ilmu yang kami dapatkan hari ini bisa terus kami aplikasikan di rumah. Ini bukan hanya untuk kebutuhan keluarga, tapi juga bisa menjadi peluang usaha kecil yang menguntungkan,” kata salah seorang anggota KWT dengan penuh semangat.
Dita berharap program ini bisa menjadi model bagi masyarakat lain dalam menjaga ketahanan pangan rumah tangga secara mandiri.
“Dengan memanfaatkan teknologi sederhana ini, kita bisa mengatasi keterbatasan lahan dan mendukung perekonomian keluarga,” ujarnya.
Keberhasilan program ini membuka peluang bagi pengembangan lebih lanjut, tidak hanya di Desa Bendosari, tetapi juga di desa-desa lain di seluruh Indonesia.
Dengan semangat gotong royong dan pemanfaatan teknologi, ketahanan pangan bukan lagi sekadar impian, melainkan sebuah kenyataan yang dapat dicapai bersama-sama. (*)